Semburat Jurnalistika Aliyah
DBA News, atau kepanjangannya Daulah Bani Aliyah News. Tempat di mana arek Aliyah berkreasi, menyalurkan ide kreatif, dan mulai berkarya. Lewat fasilitas ini, kita berlatih membuat majalah , walaupun cuma satu setiap tahun.
Tentunya setiap majalah ada redaksinya. Dan dua taun terakhir ini saya diamanahi jadi Editor. Ya, tugas paling berat di antara jajaran redaksi lainnya. Menyusuri kata demi kata di setiap artikel, setiap halaman, mengecek apakah ada ejaan yang salah, apakah bahasa yang digunakan sesuai dengan karakteristik majalah, dan yang paling berat finishing, mengecek ulang sekali lagi dengan SANGAT TELITI sebelum majalah naik cetak. Tak apalah, buat pengalaman.
Tapi saya nggak sendirian, ada Aan, yang Editor juga. Jadinya beban ini dibagi dua.
Tahun ini majalah DBA terbit kembali. Edisi terbaru Mei 2012 mengangkat tema "Indonesia, Tunjukkan Taringmu!" isinya mengupas tuntas kenapa Indonesia ini punya segudang SDA dan SDM yang sangat berkualitas, tapi kok negaranya gitu-gitu aja. Malahan beberapa ada yang diambil negara lain.
Ide tema ini awalnya dari Faris Almuh, yang ngotote pol soal Indonesia, yang ternyata dia punya ide brilian di balik hibernasi panjangnya di kelas. Walaupun awalnya dia mengutarakan idenya dengan rak ceto, tapi kami para kru untungnya bisa memahami.
Di majalah ini kami punya beberapa "prinsip" yang kudu dipegang. Pengalaman dari kritik-kritik tahun lalu. Yang pertama, tentunya anggota redaksi nggak usah banyak-banyak karena nggak akan efektif kerjanya, koordinasinya juga akan semakin susah. Ini terwujud. Lihat saja jumlah orangnya, hanya belasan, bahkan nggak sampai lima belas.
Soal kebahasaan. Kata sebagian besar orang, majalah DBA tahun lalu terlalu berat buat seumuran anak SMA/sederajat. Terutama kritik yang deras meluncur dari ucapan orang nomer satu di Madrasah Aliyah: Ustadz Bashir. Beliau mengeluhkan ke semua asatidz soal bahasa di Majalah DBA yang terlalu berat. Artikel yang diangkat, kata beliau, juga terlalu 'tua'. Mana mungkin anak seumuran SMA peduli sama teori konspirasi pendidikan Indo, sejarah Freemason, dkk. Padahal maksud kami, biar ngasih sedikit wawasan gitu, buat warga Aliyah, tapi orang ini memang keras kepala.
Solusinya tahun ini, bahasa majalah diturunkan DRASTIS. Nggak ada kata-kata sulit lebih dari 3 suku kata (misal: trans-mi-gra-si) dan semisalnya. Kalaupun ada, itupun bisa dihitung pake jari tangan kanan. Karena prinsip ini, Editor kerja habis-habisan. Artikel yang masuk, kita hanya nilai idenya. Kalau idenya bagus, kita masukkan, tapi alih bahasa dirombak lagi sama Editor. Bahkan nggak jarang Editor baca sampai paham betul, terus menuliskannya kembali pake bahasa yang lebih 'remaja'.
ORI, artinya orisinal. Artikel yang masuk harus emang bener-bener asli buatan arek Aliyah. Nggak boleh copas, asal-asalan, sak-sak'e dewe. Soalnya udah jadi tradisi secara nggak langsung di Assalaam, majalah-majalah biasanya menerbitkan artikel/info yang sebenarnya udah ada di internet. Ini tentunya pemborosan. Kenapa? Artikel/info kan tinggal sertakan link-nya, terus dibaca di internet. Kenapa harus susah-susah dicetak di majalah? Pemborosan bukan?
Begitu juga dengan gambar/foto. kami sepakat hanya akan menerbitkan foto-foto jepretan arek Aliyah saja. Gambar pun juga. Maka, jadilah lukisan-lukisan hasil tangan Syahid sama foto-foto karya Mas Temon menghiasi majalah DBA edisi yang baru ini. Kalaupun mau mengambil dari internet, itupun harus dengan sangat terpaksa, dan nggak mungkin untuk dijepret langsung. Dan, so pasti, sertakan sumber. Coba, serahkan ke sini foto-foto di majalah DBA yang tanpa sumber. Nggak bakalan ada.
Dan terakhir, kualitas.
Redaksi DBA ini diketuai sama si Faris Almuh, dia merangkap layout. Orang ini emang cukup 'ngg***li' (baca: bangs*t). Saya pernah buat artikel sekitar dua halaman A4 penuh dan tulisannya kecil-kecil, rapat-rapat lagi. Saya serahkan ke orang ini, malah ditolak mentah-mentah sama dia. Bilangnya bahasanya terlalu 'buku' dan bertele-tele. Padahal bahasanya sudah saya turunkan. Setelah saya baca lagi, emang udah rendah bahasanya. Tapi dia gak peduli. Karena terlalu panjang, saya males revisi lagi.
Tapi ini membuahkan hasil. Suasana di antero redaksi menghangat. Artikel elek sithik disingkirkan. Nggak ada kaitannya sedikit sama tema langsung dipinggirkan. Akibatnya seleksi artikel masuk majalah jadi lebih selektif. Dan hanya sedikit yang tersaring, karena sebagian besar masuk folder judulnya 'rak mutu'.
Itulah, sebenarnya masih banyak lagi suka duka pahit manis lainnya. Tapi cukup sampai sini dulu. Gue mau ke sawah.
0 comment:
Post a Comment