Monday, July 03, 2017

Got Insight from an Engineer of Japanese Startup


Pagi ini aku ketemu sama salah satu engineer startup di Jepang, Hiromu Masuda namanya, aku dikenalin dari Atsushi, TN Manager yang ngebantu aku banyak selama internship di Jepang ini dari persiapan sampe realisasi.

Hiromu Masuda adalah engineer startup bernama Smart Camp selama 1,5 tahun. Bisnis utama Smart Camp adalah ngerangkum SaaS (Software as a Service) menjadi satu service dalam product yang bernama Boxil. Value yang ditawarkan Smart Camp adalah bagaimana supaya perusahaan yang ingin make beberapa SaaS nggak perlu berhubungan dengan masing-masing SaaS satu persatu karena itu dianggap tidak efisien. Yang dilakukan Smart Camp adalah meringkas banyak SaaS tersebut menjadi satu platform sehingga untuk menggunakan banyak SaaS, cukup pake Boxil aja. Ini dianggap bisa mengurangi inefisiensi dalam perusahaan client yang membutuhkan banyak SaaS karena banyak perusahaan Jepang dirasa tidak efisien dalam melakukan bisnisnya. Smart Camp punya pola bisnis B2B, artinya client Smart Camp adalah perusahaan juga. Sementara produsen Smart Camp adalah perusahaan juga, yang menawarkan SaaS.

Kamu bisa baca artikel tentang beliau di sini. Karena tulisan dalam bahasa Jepang, kamu bisa pake Google Translate.
https://www.wantedly.com/companies/sket/post_articles/30516



Tentang Masuda-san

Masuda-san adalah mahasiswa tingkat akhir University of Tokyo, mantan presiden AIESEC Local Committee tahun 15/16. Yang menarik dari Masuda-san adalah dia sebenarnya kuliah di jurusan fisika, tapi di tingkat akhir dia mulai belajar programming dan malah banting setir ke software engineering. Gimana ceritanya bisa banting setir?

Tingkat satu, Masuda-san dapet internship dari AIESEC ke Malaysia. Saat itu projectnya adalah social-based project, dan dia banyak kerja pake Facebook di projectnya. Suatu saat dia berpikiran, gimana kalo suatu saat nanti dia punya aplikasi serupa, tapi bikinan sendiri. Bukankah itu menarik? Tapi saat itu dia belum kebayang caranya seperti apa.

Into Programming

Kenapa tiba-tiba dia bisa tertarik di programming? Di tingkat akhir, Masuda-san dapet tawaran buat kerja bareng dari CEO Smart Camp karena networking-nya yang luas sebagai mantan presiden AIESEC. Dia ketemu CEO dan dapet posisi sebagai intern. Dia belajar banyak hal, karena itu pertama kalinya internship dalam programming. Dia belajar banyak selama tiga minggu pertama. Tentang algoritma, Java, Ruby on Rails. Sebagian besar dia otodidak. Dia pake Google buat source utama belajar. Dan belajar dari buku, yang dibelinya sendiri. Pada akhirnya, dia ada pada suatu titik di mana dia bisa bilang, "programming is my hobby".

The Most Hardest Problem & How to Tackle It

Masalah yang paling susah yang pernah dialami sebagai engineer adalah memulai. Terutama ketika pertama kali terjun di ranah programming. Selalu ada barrier ketika kamu pertama kali memulai sesuatu. Bagian yang paling sulit adalah lompatan pertama. Ini berlaku general, dia bilang apalagi ketika CTO ngasih teknologi baru yang harus di-adapt yang belum pernah ditemui sebelumnya. Selalu ada gap antara dirimu yang sekarang dengan teknologi yang belum pernah disentuh.

Ada hal menarik yang dia lakukan untuk menyelesaikan masalah ini. Setiap hari, dia punya target apa yang harus dilakukan pada hari itu. Target ini selalu lebih dari apa yang dia bisa, sehingga mau tidak mau, inner-self kita dipaksa untuk berkembang.

Goal

Sebagai anggota AIESEC, kita dituntut punya tujuan yang jelas. Untuk menyebar influence kepada dunia. Untuk memberi impact kepada dunia. Goal Masuda-san adalah untuk memberikan dampak positif kepada society, untuk berkontribusi positif supaya dunia bakal jadi lebih baik. Ini dilakukannya lewat aplikasi yang dikembangkannya di Smart Camp.

Japanese Work Culture

Masuda-san menyoroti tentang kultur kerja Jepang yang overwork. Dia katakan, sistem kerja di Jepang terlalu rigid/kaku. Dia tidak suka kerja dari jam 10 sampe jam 7 tiap hari, pake seragam kerja, ke kantor, tepat waktu. Dia lebih menyukai model kerja yang santai, bisa di kafe atau di manapun, pake kaos, yang bisa mulai dari jam berapa saja asal 8 jam per hari dan sesuai target kerja hari ini. Kalau dipikir, ini lumayan mirip dengan culture startup Sillicon Valley yang punya budaya santai di tempat kerja sehingga kerja adalah hal yang fun, bukan kaku dan rigid.

Ini menarik ternyata karena orang Jepang sendiri bahkan mengkritik budayanya sendiri yang overwork. Saya pribadi nggak suka overwork karena sebenernya menambah jam kerja belum tentu menambah produktivitas kerja. Jam kerja yang terlalu panjang hanya akan mengurangi waktu istirahat, atau waktu santai kita, yang menyebabkan keesokan harinya kita ga terlalu fresh dalam kerja. Apabila kita dalam kondisi lelah, output kerja kita pun bakal tidak terlalu maksimal. Akibatnya, overwork bukan malah menambah produktivitas output karena kondisi fisik dan mental yang tidak maksimal karena kurang istirahat, dan akhirnya hanya akan mengurangi produktivitas per jam kerja.

Future Dream

Mimpi Masuda-san adalah jadi bikin startup sendiri, dan jadi CEO atau CTO. Tapi untuk saat ini, dia masih belum kebayang startup seperti apa yang akan dibangunnya. Tapi setelah dia punya masalah yang bisa dipecahkan, atau peluang bikin startup, dia akan membuat company-nya sendiri. Menurutnya, penting untuk mencari pengalaman kerja di startup dahulu supaya lebih ngerti apa yang harus dilakukan, sebelum bikin startup sendiri.

Smart Camp Background Problem

Background masalah startup Smart Camp adalah populasi Jepang yang selalu menurun. Karena populasi menurun, GDP Jepang menurun. Dua hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi solusi ini adalah: 1) menambah populasi Jepang supaya GDP meningkat, 2) menambah produktivitas per kepala supaya pendapatan tiap masing-masing orang meningkat sehingga GDP meningkat walaupun populasi jatuh. Smart Camp bertujuan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan supaya resource time dan kompleksitas perusahaan terkurangi. Perusahaan bisa memberikan waktu yang digunakan untuk mengelola SaaS, menjadi hal lain yang lebih bermanfaat. Dengan demikian, tujuan Smart Camp searah dengan solusi ke-(2) dari permasalahan penduduk di atas.

Smart Camp Stack Technology

Karena Masuda-san engineer, tentu dia tahu apa teknologi di belakang Smart Camp. Basically Smart Camp pake Ruby on Rails di backend, dan JavaScript di frontend. AWS untuk deployment. Kira-kira begitu.

Related Articles

0 comment:

Post a Comment